Abdurrahman memeluk Islam sebelum Rasulullah menjadikan rumah Al-Arqam sebagai dakwah. Ia mendapatkan hidayah dari Allah dua hari sesudah Abu Bakar Shiddiq ra. masuk Islam. Seperti kaum muslimin lainnya yang pertama-tama masuk Islam, Abdurrahman pun tidak luput dari penyiksaan dan tekanan kaum kafir Quraisy. Tetapi ia sabar. Pendiriannya senantiasa teguh. Dia menghindar dari kekejaman kaum Quraisy, dan tetap setia serta patuh membenarkan risalah Muhammad.
Abdurrahman turut hijrah ke Habsyah bersama kawan-kawan seiman untuk menyelamatkan diri dan agama dari tekanan kaum Quraisy yang senantiasa meneror mereka. Tatkala Rasulullah saw. dan para sahabat diizinkan Allah hijrah ke Madinah, Abdurrahman menjadi pelopor kaum muslimin. Di kota Madinah yang dulunya bernama Yatsrib, Rasulullah mempersaudarakan kaum Muhajirin dan orang-orang Anshar. Abdurrahman bin ‘Auf dipersaudarakan dengan Sa’ad bin Rabi’ Al-Anshary.
Ia memang selalu ikut dalam medan jihad. Namun ia lebih dikenang sebagai sahabat yang luar biasa dalam menjihadkan hartanya.Pada suatu hari, Sa’ad berkata kepada saudaranya, Abdurrahman, “Wahai saudaraku Abdurrahman, saya termasuk orang kaya di antara penduduk Madinah. Hartaku banyak. Saya mempunyai dua bidang kebun yang luas dan dua orang pembantu. Pilihlah salah satu di antara dua bidang kebunku itu. Kuberikan kepadamu mana yang kau sukai. Begitu juga dengan salah seorang di antara kedua pembantuku, akan kuserahkan mana yang kamu senangi, lalu aku kawinkan kau dengannya.”
“Semoga Allah melimpahkan berkah-Nya kepada saudara, kepada keluarga saudara, dan kepada harta saudara. Saya hanya minta tolong untuk menunjukkan dimana letaknya pasar di Madinah ini?” jawab Abdurrahman bin ‘Auf.
Lalu Sa’ad menunjukkan pasar kepadanya. Mulailah Abdurrahman berniaga di sana. Belum berapa lama dia berdagang, uangnya terkumpul, dan cukup untuk sekadar mahar nikah. Lalu dia pun datang kepada Rasulullah memakai harum-haruman. Rasulullah menyambut kedatangan Abdurrahman seraya berkata, “Alangkah harumnya dirimu, wahai Abdurrahman.”
“Saya ingin menikah, ya Rasulullah,” ujar Abdurrahman.
“Apa mahar yang akan kamu berikan kepada istrimu?”
“Emas seberat biji kurma.”
“Laksanakanlah walimah (kenduri), walau hanya dengan menyembelih seekor kambing. Semoga Allah memberkahi pernikahan dan hartamu!”
Sejak saat itu, kehidupan Abdurrahman bin ‘Auf pun makmur. Begitu besar berkah yang diberikan Allah kepadanya, sampai ia dijuluki ‘Sahabat Bertangan Emas’.
Dermawan
Pernah, suatu ketika Rasulullah berpidato membangkitkan semangat jihad dan pengorbanan kaum muslimin. Ia berdiri di tengah-tengah para sahabat seraya bersabda, “Jika kalian ada yang mau bershadaqah, maka bershadaqahlah. Saya ingin mengirim satu pasukan ke medan perang!”Mendengar ucapan Rasulullah itu, Abdurrahman bergegas pulang ke rumahnya. Beberapa saat kemudian ia kembali ke hadapan Rasulullah. “Wahai Rasulullah, saya mempunyai uang empat ribu dinar. Dua ribu saya shadaqahkan karena Allah, dan dua ribu saya tinggalkan untuk keluarga saya.”
“Semoga Allah melimpahkan berkah-Nya kepadamu, terhadap harta yang kau berikan, dan semoga Allah memberkahi juga harta yang kau tinggalkan untuk keluargamu.”
Kedermawanan Abdurrahman bin ‘Auf dapat juga dilihat ketika berlangsung perang Tabuk, yaitu perang yang terakhir kalinya diikuti Nabi. Tatkala Rasulullah bersiap-siap menghadapi pasukan Romawi dalam perang ini, ia membutuhkan dana dan tentara yang tidak sedikit. Sedang saat itu Madinah tengah dilanda musim panas. Ditambah lagi perjalanan ke Tabuk sangat jauh dan sulit. Sementara dana yang tersedia hanya sedikit. Banyak di antara kaum muslimin yang kecewa dan sedih, karena ditolak Rasulullah menjadi tentara lantaran kendaraannya tidak menyukupi.
Sebagai ‘gantinya’, Rasulullah memerintahkan kaum muslimin mengorbankan harta benda mereka untuk jihad fii sabilillah. Dengan patuh dan setia, mereka pun memenuhi seruan Nabi saw. yang mulia itu. Abdurrahman bin ‘Auf turut mempeloporinya dengan menyerahkan dua ratus uqiyah emas.
Melihat itu, Umar bin Khathab terkejut dan segera membisiki Rasulullah, “Sepertinya Abdurrahman berdosa karena tidak meninggali uang belanja sedikit pun untuk keluarganya.”
“Apakah kau meninggalkan uang belanja untuk istrimu, wahai Abdurrahman?”
“Ya. Mereka saya tinggali lebih banyak dan lebih baik dari yang saya sumbangkan.”
“Berapa?”
“Sebanyak rezeki, kebaikan, dan pahala yang dijanjikan Allah.”
Lalu pasukan muslim pun berangkat ke Tabuk. Dalam kesempatan inilah Allah memuliakan Abdurrahman dengan kemuliaan yang belum pernah diperoleh siapapun. Ketika waktu shalat tiba, Rasulullah terlambat datang. Lalu Abdurrahman bin ‘Auflah yang menjadi imam shalat berjama’ah saat itu. Setelah hampir selesai rakaat pertama, Rasulullah tiba, lalu ia shalat di belakangnya dan mengikuti sebagai makmum. Sungguh tidak ada yang lebih mulia dan utama daripada menjadi imam bagi pemimpin umat dan pemimpin para Nabi.
Terkaya Berkat Doa
Setelah Rasulullah wafat, Abdurrahman bin ‘Auf bertugas menjaga kesejahteraan dan keselamatan Ummahatul Mu’minin (para istri Rasulullah). Dia bertanggung jawab memenuhi segala kebutuhan mereka dan mengawalnya bila mereka bepergian. Seperti hendak melaksanakan haji, Abdurrahman turut bersama-sama mereka. Dia yang membantu mereka naik dan turun dari haudaj (sekedup yaitu tenda kecil yang berada di punggung unta tunggangan). Itulah salah satu tugas khusus yang ditangani Abdurrahman. Dia pantas bangga dan bahagia dengan tugas dan kepercayaan yang dilimpahkan para ibu orang-orang mukmin itu kepadanya.Ia juga pernah membeli sebidang tanah seharga empat ribu dinar. Lalu tanah itu dibagi-bagikan seluruhnya kepada Bani Zuhrah dan istri Rasulullah. Ketika jatah Aisyah disampaikan kepadanya, ia pun bertanya,” Siapa menghadiahkan tanah itu buatku?”
“Abdurrahman bin ‘Auf.”
Aisyah berkata, “Rasulullah saw pernah bersabda, “Tidak ada orang yang kasihan kepada kalian sepeninggalku kecuali orang-orang yang sabar.”
Begitulah, doa Rasulullah bagi Abdurrahman terkabulkan. Allah senantiasa melimpahkan berkah-Nya, sehingga Abdurrahman menjadi orang terkaya di antara para sahabat. Perniagaannya selalu meningkat dan berkembang. Kabilah dagangnya terus-menerus hilir mudik, dari dan ke Madinah mengangkut gandum, tepung, minyak, pakaian, barang pecah-belah, wangi-wangian dan segala kebutuhan penduduk.
Dijanjikan Surga
Abdurrahman bin ‘Auf adalah salah seorang sahabat yang disebut-sebut dijanjikan masuk surga, sebagaimana disaksikan Aisyah.Pada suatu saat, iring-iringan kabilah dagang Abdurrahman yang terdiri dari tujuh ratus unta bermuatan penuh tiba di Madinah. Semuanya membawa pangan, sandang dan barang-barang kebutuhan penduduk. Ketika rombongan masuk kota, bumi seolah-olah bergetar! Suara gemuruh dan hiruk-pikuk terdengar sehingga membuat Aisyah bertanya,
“Suara apa yang hiruk pikuk itu?”
“Kabilah Abdurrahman!” jawab seseorang, memberi tahu Aisyah.
“Semoga Allah melimpahkan berkah-Nya bagi Abdurrahman dengan baktinya di dunia serta pahala yang besar di akhirat. Saya mendengar Rasulullah bersabda, ‘Abdurrahman bin ‘Auf masuk surga dengan merangkak (karena surga sudah dekat sekali kepadanya),” kata Aisyah.
Sebelum menghentikan iring-iringan unta, salah seorang yang mendengar berita Aisyah itu lantas menemui Abdurrahman. Mendengar berita itu, seakan tak percaya ia langsung bergegas menemui Aisyah.
“Wahai Ummahatul Mukminat, apakah benar engkau mendengar ucapan itu dari Rasulullah?”
“Ya, saya mendengarnya sendiri!”
Abdurrahman melonjak kegirangan. “Seandainya saya sanggup, saya akan memasukinya sambil berjalan. Sudilah engkau menyaksikan, kabilah ini dengan seluruh kendaraan dan muatannya kuserahkan untuk jihad fii sabilillah,” yakinnya mantap.
Sejak saat itu, semangat Abdurrahman semakin memuncak dalam mengorbankan kejayaan di jalan Allah. Hartanya dinafkahkannya dengan kedua belah tangannya, baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, sehingga mencapai 40.000 dirham perak. Kemudian menyusul juga 40.000 dinar emas. Sesudah itu dia bersedekah lagi 200 uqiyah emas. Lalu diserahkan 500 ekor kuda kepada para pejuang. Sesudah itu 1.500 ekor unta untuk pejuang-pejuang yang lain.
Tatkala hampir meninggal dunia, Abdurrahman memerdekakan sejumlah besar budak-budak yang dimilikinya. Kemudian mewasiatkan supaya memberikan 400 dinar emas kepada masing-masing mantan pejuang perang badar yang berjumlah tidak kurang dari 100 orang. Dia juga berwasiat agar memberikan hartanya yang paling mulia untuk ibu-ibu orang mukmin, sehingga Aisyah pun sering mendoakannya, “Semoga Allah memberinya minum dengan minuman dari telaga Salsabil!”
Di samping itu, dia meninggalkan warisan juga untuk keluarganya sejumlah harta yang hampir tak terhitung banyaknya. Dia meninggalkan kira-kira 1.000,- ekor unta, 100,- ekor kuda, 3.000,- ekor kambing. Dia beristri empat orang. Masing-masing mendapat bagian khusus 80.000. Dia juga meninggalkan emas dan perak, yang kalau dibagi-bagikan kepada ahli warisnya, cukup menjadikan seorang ahli warisnya kaya-raya. Meski begitu, jiwanya tetap penuh iman, takwa, dan sederhana. Saat ia berada di tengah para budaknya, orang tidak dapat membedakan di antara mereka, mana yang majikan dan mana yang budak.
Berbahagialah Abdurrahman bin ‘Auf dengan ribuan karunia dan kebahagiaan yang diberikan Allah. Menjadi sahabat yang tiada segan dan tak pernah berpikir untuk memberi walau sesaat.
[H/Disarikan dari Disarikan dari 101 Sahabat Nabi karya Hepi Andi Bustoni, Pustaka Al Kautsar, 2002] PerhatianYuk lihat Semua artikel di blog ini Daftar isi
No comments:
Post a Comment
Silahkan KOmentar Dengan Baik Dan Sopan .