• About
  • Contact
  • Sitemap
  • Privacy Policy

rejeki gak kemana,ada sama allah


Seorang sopir angkot, mikrolet. Sudah sehari penuh ia berkeliling kota mencari penumpang. Dari satu terminal ke terminal lain yang jaraknya lebih dari 5 km itu penumpangnya yang nyangkut tidak lebih dari satu dua orang. Ia mengeluh karena bahan bakarnya makin susut, sementara uang setoran juga belum ia dapatkan. Setengah furstasi, ia memutuskan untuk menghentikan kendaraanya di tengah perjalanan

Tanpa disangkanya sama sekali serombongan orang mendekatinya dan bermaksud mencarter menuju ke suatu tempat. Sesampai di sana, sekumpulan orang yang sama telah menunggunya dengan sedikit berceloteh. "Kenapa sih bang, kok lama sekali," kata salah seorang di antara mereka yang telah merasa penat menunggu angkutan yang juga tak kunjung muncul. Pak sopir masih belum bisa menjawab selain dengan untaian senyum demi senyum. Rasa lelah yang membalut seluruh persendiannya seperti sirna seketika.

Itulah rezeki. Kedatangan dan kepergiannya sering sulit sekali untuk dipahami. Ketika datang ia mengalir begitu deras laksana air bah yang datang melimpah. Membendungnya bahkan terasa sulit. Bergerak sedikit saja, dengan melakukan pekerjaan yang tidak berbilang memakan banyak energi dan pikiran, semuanya serba menghasilkan uang. Ibarat orang berjalan, baru bergerak sedikit ke depan keuntungan didapatkan, bergeser sedikit ke kanan laba sudah menunggu. Begitu pula ketika menoleh ke kiri di sana yang ada rezeki melulu.

Sebaliknya, bila Allah menghendaki menutup kran rezeki itu, meskipun kerja keras sudah kita lakukan sedemikian rupa, badan terasa pegal semua, otot-otot menjadi linu, tulang-tulang terasa ngilu dan otakpun sangat amat lelahnya, rezeki yang ditunggu-tunggu mengalir hanya satu dua saja. Tidak cuma itu. Allah juga masih menguji dengan tambahan ujian yang lain dengan sakitnya keluarga, kehilangan, dan bentuk musibah lainnya.

Nabi menghapuskan semua pikiran yang menganggap hina terhadap orang yang bekerja. Bahkan beliau sangat menganjurkan sahabat-sahabatnya untuk bekerja apa saja agar dirinya tidak menggantungkan keperluannya kepada orang lain. Pesan Nabi justru agar kita tidak menjadi rendah diri dengan jalan berusaha. Agar kita punya martabat.

"Sesungguhnya seseorang yang membawa tali, kemudian ia membawa seikat kayu di punggungnya lantas dijualnya, maka dengan itu Allah menjaga dirinya, adalah lebih baik daripada meminta-minta kepada orang lain, baik mereka yang diminta memberi atau menolaknya." (HR. Bukhari dan Muslim)

Banyak ragam jenis pekerjaan di dunia ini. Manusia tinggal memilih dan melakukannya sesuai dengan kemampuannya. Berdagang, menjadi pegawai ataupun karyawan bukanlah pekerjaan hina, selama pekerjaan tersebut tidak dipenuhi dengan cara yang haram, membantu perbuatan haram, atau bersekutu dengan haram. Bercocok tanam juga pekerjaan mulia. Sembari menunggu keuntungan kita bahkan dapat bersedekah, seperti yang disampaikan Rasulullah, "Tidak seorang muslimpun yang menanam tanaman atau menaburkan benih, kemudian dimakan oleh burung atau manusia, melainkan dia itu baginya merupakan sedekah." (HR. Bukhari dan Muslim)

Pasalnya, jika besok tidak ada beras yang dimasak, maka tiga belas anak yayasan yang kami asuh terancam bakal tidak makan. Itu berarti, mereka akan berangkat sekolah dengan perut kosong.

“Umi tenang saja, ya. Meski beras sudah tidak ada, tapi kita masih punya satu malam untuk shalat tahajud dan meminta kepada Allah,” kataku menenangkan dengan penuh kenyakinan.
“Iya abi, umi yakin. Semoga saja Allah yang Maha Pemberi rezeki berkenan membantu kita,” harapnya meski kekalutan masih tergambar di wajahnya.

Malam harinya, pukul 2.30 dini hari saya dan istri bangun. Sekitar sepuluh menit berwudhu dan memakai pakaian shalat. Setelah itu membangunkan anak-anak yang sedang tidur pulas. Cukup sulit juga membuat mata mereka melek. Meski sudah dipukul pelan dengan sajadah dan kata-kata “Shalatul lail” berulang kali, tetap saja mereka tidak bangun-bangun.
Parahnya lagi, bila ada yang sudah bangun,  tak jarang yang tidur lagi. Cukup lama memang agar mau membuka mata mereka melek dan langsung mengambil air wudhu. Mungkin karena masih kecil-kecil jadi sulit dibangunkan. Tapi, setelah sekitar 15 menit dan beberapa kali dibangunkan, akhirnya mereka pun semua bangun.    


Sembari menunggu mereka siap-siap, saya dan istri shalat lebih dulu. Biasanya, mereka akan menyusul shalat. Dalam suasana syahdu di sepertiga malam itu saya pun berdoa dan memohon kepada Allah SWT. Kedua tangan kutengadahkan ke langit. Istri dan anak-anak mengamini meski dengan mata merem-melek menahan kantuk.
“Ya Allah, Engkau Maha Kaya. Berilah rezeki yang halal dan berkah untuk kami ya Allah. Kami tidak memiliki apa-apa kecuali dari-Mu. Jika ia ada di langit, turunkanlah, jika di bumi keluarkanlah, jika kotor sucikanlah. Terdengar suara amin para santri.  Air mataku meleleh.

Subhanallah. Pagi sekitar pukul 10.00 tiba-tiba datang seseorang perempuan membawa empat karung beras. Entah tahu dari mana, tapi kata perempuan itu ia sengaja mencari yayasan di daerah itu, Sidoarjo, Jawa Timur. Yayasan kecil kami terletak jauh di dalam gang. Tak banyak orang tahu. Selain itu, di sekitar juga banyak yayasan lain jauh lebih besar dan terkenal.

Saya yakin, ia dikirim oleh Allah. Dan saya yakin, itu jawaban atas doa anak-anak yayasan semalam.
“Subhanallah, ternyata betul ya Abi. Allah pagi ini buktikan janji-Nya,” kata istri setelah mengantar dermawan itu pulang.
Sejak itu, saya dan istri makin yakin kekuatan shalat malam. Shalat malam bisa menjadi senjata untuk mengundang pertolongan Allah setiap saat dan dalam kondisi apapun.

Sejak saat itu pula, saya, istri dan seluruh penghuni yayasan melakukan shalat tahahud tiap malam. Dan ternyata, hingga kini Allah selalu mencukupi kebutuhan kami. Kami tidak pernah kelaparan. Pertolongan seperti itu juga sering kami alami.

Saya sendiri sudah beberapa tahun menjadi pengasuh di yayasan Islam di Sidoarjo milik salah satu ormas Islam. Yayasan itu belum terlalu besar. Gedungnya saja masih milik orang lain, hanya disuruh menempati saja. Ada tiga belas anak yang masih sekolah, dari bangku SD hingga SMA. Mereka dari berbagai daerah, ada dari Sidoarjo sendiri, Balikpapan, Madura, Semarang, Surabaya, dan deerah lainnya. Seperti yayasan pada umumnya, pembiayaan gratis dan berasal dari umat Islam. Tapi, kendati demikian, saya tak pernah khawatir Allah telantarkan kami. Karena itu, agar Allah tak pernah sepi menolong, maka tiap malam kami harus sering meminta dan menagih janji-Nya. Bagi para penolong agama Allah. 
PerhatianYuk lihat Semua artikel di blog ini Daftar isi

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment

Silahkan KOmentar Dengan Baik Dan Sopan .

J-Theme